kebijakan pemerintah dan inflasi
BAB I
PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
Seperti telah diketahui, secara teoritis, pengertian inflasi merujuk pada perubahan tingkat harga (barang dan jasa) umum yang terjadi secara terus menerus. Data mengenai perkembangan harga dapat didasarkan pada cakupan barang dan jasa secara komponen pembentuk PDB (deflator PDB), cakupan barang dan jasa yang diperdagangkan antara produsen dengan pedagang besar atau antar pedagang besar (Indeks Harga Perdagangan Besar/IHPB), ataupun cakupan barang dan jasa yang dijual secara eceran dan dikonsumsi oleh sebagian besar masyarakat (Indeks Harga Konsumen/IHK). Dalam kaitan ini, cara penghitungan inflasi didasarkan pada perubahan indeks pada periode tertentu dengan indeks periode sebelumnya. Sebagai contoh, laju inflasi bulanan dihitung dari perubahan indeks bulan ini dari indeks bulan sebelumnya, sementara inflasi tahunan dihitung dari indeks pada bulan yang sama dari tahun sebelumnya.
Dengan diberlakukannya UU No.23 Tahun 1999 tersebut, sejak tahun 2000 Bank Indonesia pada mulanya menetapkan sasaran inflasi pada awal tahun yang akan dicapinya untuk yahun yang bersangkutan. Sasaran ditetapkan untuk inflasi yang diukur dengan indeks harga konsumen (IHK) dengan mengeluarkan dampak dari kenaikan harga-harga yang disebabkan oleh kebijakan pemerintah di bidang harga dan pendapatan (administered prices and income policy). Sebagai contoh, sasaran inflasi ditetapkan sebesar 3-5%.
Seperti dikemukakan diatas, penentuan sasaran inflasi dilakukan dengan memperhatikan prospek ekonomi makro dan karenanya didasarkan pada perkembangan dari proyeksi arah pergerakan ekonomi kedepan. Hal ini didasrakan pada pertimbangan bahwa terdapat ketidak sejalanan (trade-off) antara pencapaian inflasi yang rendah dengan keinginan untuk mendorong laju pertumbuhan ekonomi lebih tinggi. Dalam kaitan ini, Bank Indonesia tidak ingin menargetkan inflasi yang terlalu rendah karena dapat menghambat pemulihan ekonomi nasional. Untuk ini dengan menggunakan model-model makroekonomi yang dikembangkan, Bank Indonesia menganalisis dan memproyeksi beberapa laju pertumbuhan ekonomi kedepannya, dengan berbagai komponen-komponennya dan komposisinya yang didorong oleh sisi permintaan dan dari sisi penawaran. Dengan cara ini, dapat diukur kecenderungan terjadinya kesengajaan antara besarnya permintaan dengan penawaran agregat (yang diukur dengan output potensial), atau yang sering disebut output gap ‘kesenjangan output’. Besarnya output gap inilah yang diperkirakan akan menentukan besarnya tekanan terhadap inflasi kedepannya.
Perubahan kewenangan penetapan sasarn inflasi tersebut diperkirakan tidak akan mengubah secara mendasar jenis dan besarnya sasaran inflasi. Hal ini mengingat selama ini telah terjadi koordinasi yang baik antara pemerintah dan Bank Indonesia, khususnya dalam penetapan asumsi-asumsi variable ekonomimakro dalam proses penyusunan APBN yang didalamnya termasuk besarnya laju inflasi ke depan. Barangkali yang diperlukan adalah pembakuan mekanisme koordinasi yang selama ini telah terjalin antara pemerintah dan Bank Indonesia. Termasuk didalamnya adalah mekanisme pengumuman sasaran inflasi oleh pemerintah bersama-sama dengan Bank Indonesia. Dengan cara demikian, tidak saja koordinasi dan komitmen antara pemerintah dan Bank Indonesia akan semakin tinggi, tetapi juga digunakan publik dalam pencapaian sasaran inflasi yang ditetapkan juga akan semakin besar.
BAB II
PEMBAHASAN
2.1. Pengertian Inflasi
Adalah proses kenaikan harga-harga umum batang-barang secara terus-menerus. Ini tidak bearti bahwa harga-harga berbagai macam barang itu nik dengan persentase yang sama. Mungkin dapat terjadi kenaikan tersebut tidaklah bersamaan. Yang penting terdapat kenaikan harga umum batang secara terus – menerus selama satu periode tertent. Kenaikan yang terjadi hanya sekali saja (meskipun dengan persentase yang cukup besar) bukanlah merupakan inflasi
Kenaikan harga ini diukur dengan menggunakan indeks harga. Beberapaindeks harga yang sering digunakan untuk mngukur inflasi antara lain :
- Indeks biaya hidup (consumer price index)
Indeks biaya hidup mengukur biaya atau pengeluran untuk membeli sejumlah barang dan jasa yang dibeli oleh rumah tangga untuk keperluan hidup.
- indeks harga perdagangan besar (wholesale pirce index)
indeks perdangangan besar meniti beratkan pada sejumlah barang pada tingkat pedangangan besar.
- GNP deflator
GNP deflator adalah jenis indeks yang lain. Berbeda dengan dua indeks di atas, dalam cakupan barangnya. GNP deflator mencakup jumlah barang dan jasa yang mencangkup dalam perhitungan GNP, jadi lebih banyak jumlahnya bila dibanding dengan dua indeks di atas GNP deflator diperoleh dengn membagi GNP nominal (diatas harga Berlaku) dengan GNP rill (atas dasar harga konstans)
GNP deflator = GNP Nominal x 100
GNP rill
2.2.Jenis-Jenis Inflasi
A. Jenis Inflasi Menurut Sifatnya
Laju Inflasi dapat berbeda antara satu negara dengan negara lain atau dalam satu negara dalam waktu yang berbeda. Atas dasar besarnya laju inflasi maka dapta dibagi ke dalam tiga kategori yaitu
- Merayap (creeping inflation)
Ditandai dengan laju inflasi yang rendah (kurang dari 10% pertahun). Kenaikan harga berjalan secara lambat, dengan persentase yang kecit serta dalam jangka yang relatif lama.
- inflasi menengah (galloping inflation)
ditantai dengan kenaikanharga yang cukup besar dalam waktu yang relatif pendek serta mempunyai siat akselarasi (harga dalam waktu mingguan atau bulanan) efeknya terhadap perekonomian lebih besar dari pada inflasi yang merayap (creeping inflation)
- inflasi tinggi (hyper inflation)
merupakan inflasi yang paling parah akibatnya harga – harga naik sampai 5 atau 6 kali. Masyarakat tidak lagi berkeinginan untuk menyimpan uang sebab nilai uang merosot dengan tajam seingga ingin ditukarkan dengan uang sehingga perputaran uang semakin cepat dan harga naik secara akselerasi. Biasanya keadaan ini timbul apa bila pemerintah mengalami defisit anggaran belanja yang dibelanjakan dan ditutupi dengan mencetak uang.
B. Jenis Inflasi Menurut Sebabnya
1. Demand-pull inflation
Inflasi ini bermula dari adanya kenaikan pemintaan total (agregate demand), sedangkan produksi telah berada pada keadaan kesempatan kerja penuh atau hampir mendekati kesempatan kerja penuh. Dalam keadaan hampir kesempatan kerja penuh, kenaikan permintaan total disamping kenaikan harga dapt juga menaikkan hasil produksi (output).
2. Cost-push inflation
Berbeda dengan demand-pull inflation, cost-push inflation biasanya ditandai dengan kenaikan harga serta turunnya produksi. Jadi, inflasi yang dibarengi dengan resesi. Keadaan ini timbul biasanya dimulai dengan adanya penurunan dalam penawaran total (aggregate supply) sebagai akibat kenaikan biaya produksi. Kenaikan biaya produksi ini dapat timbul karena beberapa factor diantaranya :
- perjuangan serikat buruh yang berhasil untuk menuntu kenaikan upah
- Suatu industri yang sifatnya monopolistis, manajer dapat menggunakan kekuasaannya di pasar untuk menentukan harga (yang lebih tinggi).
- Kenaikan harga bahan baku industri.
C. Berdasarkan Sumber atau Penyebab Kenaikan Harga Inflasi biasanya dibedakan kepada tiga bentuk berikut :
- Inflasi Tarikan Permintaan : kenaikan harga-harga yang disebabkan oleh pertambahan pengeluaran yang besar yang tidak dapat dipenuhi oleh kemampuan memproduksi yang tersedia.
- Inflasi Desakan Biaya : kenaikan harga-harga yang disebabkan oleh kenaikan dalam biaya produksi sebagai akibat kenaikan harga bahan mentah atau kenaikan upah.
- Inflasi Diimpor : kenaikan harga-harga yang disebabkan oleh kenaikan harga barang impor yang digunakan sebagai bahan mentah produksi dalam negeri.
2.3. Efek Yang Ditimbulkan Dari Inflasi
1. Efek terhadap Pendapatan (Equity Effect)
Efek terhadap pendapatan sifatnya tidak merata, ada yang dirugikan tetapi ada pula yang diuntungkan dengan adanya inflasi. Seseorang yang memperoleh endapatan tetap akan dirugikan oleh adanya inflasi. Misalnya seorang yang memperoleh pendapatan tetap Rp. 500.000,00 per tahun sedang laju inflasi sebesar 10%, akan menderita kerugian penurunan pendapatan riil sebesar laju inflasi tersebut, yakni Rp. 50.000,00.
2. Efek terhadap Efisiensi (Efficiency Effects)
Inflasi dapat pula mengubah pola alokasi faktor-faktor produksi. Perubahan ini dapat terjadi melalui kenaikan permintaan akan berbagai macam barang yang kemudian dapat mendorong terjadinya perubahan dalam produksi beberapa barang tertentu sehingga mengakibatkan alokasi factor produksi menjadi tidak efisien.
3. Efek terhadap Output (Output Effects)
Dalam menganalisa kedua efek diatas (Equity dan Efficiency Effects) digunakan suatu anggapan bahwa output tetap. Hal ini dilakukan supaya dapat diketahui efek inflasi terhadap distribusi pendapatan dan efisiensi dari jumlah output tertentu tersebut.
4. Inflasi dan Perkembangan Ekonomi
Inflasi yang tinggi tingkatnya tidak akan menggalakkan perkembangan ekonomi. Biaya yang terus menerus naik menyebabkan kegiatan produktif sangat tidak menguntungkan. Maka pemilik modal biasanya lebih suka menggunakan uangnya untuk tujuan spekulasi. Antara lain tujuan ini dicapai dengan pembeli harta-harta tetap seperti tanah, rumah dan bangunan. Oleh karena pengusaha lebih suka menjalankan kegiatan investasi yang bersifat seperti ini, investasi produktif akan berkurang dan tingkat kegiatan ekonomi menurun. Sebagai akibatnya lebih banyak pengangguran akan wujud.
5. Inflasi dan Kemakmuran Masyarakat
Disamping menimbulkan efek buruk ke atas kegiatan ekonomi negara, inflasi juga akan menimbulkan efek-efek yang berikut kepada individu kepada masyarakat :
a) Inflasi akan menurunkan pendapatan riil orang-orang yang berpendapatan tetap.
b) Inflasi akan mengurangi nilai kekayaan yang berbentuk uang.
c) Memperburuk pembagian kekayaan.
2.4. Cara Mencegah Inflasi
Dengan menggunakan Irving Fisher MV = PT, dapat dijelaskan bahwa inflasi timbul karena MV naik lebih cepat daripada T. Oleh karena itu maka untuk mencegah terjadinya inflasi maka salah satu variabel (M atau V) harus dikendalikan. Cara mengatur variabel M,V dan T tersebut dapat dilakukan dengan menggunakan kebijaksanaan moneter, fiskal atau kebijaksanaan yang menyangkut kenaikan produksi.
1. Kebijaksanaan Moneter
Sasaran kebijaksanaan moneter dicapai melalui pengaturan jumlah uang beredar (M). Salah satu komponen jumlah uang adalah uang giral (demand deposito). Uang giral dapat terjadi melalui dua cara pertama apabila seseorag memasukkan uang kas ke bank dalam bentuk giro kemudian yang kedua apabila seseorang memperoleh pinjaman dari bank tidak diterima kas tetapi dalam bentuk giro. Instrumen lain yang dapat dipakai untuk mencegah inflasi adalah politik pasart terbuka (jual/beli surat berharga). Dengan cara menjual surat berharga bank sentral dapat menekan perkembangan jumlah uang beredar sehingga laju inflasi dapat lebih rendah.
2. Kebijaksanaan Fiskal
Kebijaksanaan fiskal menyangkut pengaturan tentang pengeluaran pemerintah serta perpajakan yang secara langsung dapat mempengaruhi permintaan total dan dengan demikian akan mempengaruhi harga. Inflasi dapat dicegah melalui penurunan permintaan total. Kebijaksanaan fiskal yang berupa pengurangan pengeluaran pemerintah serta kenaikan pajak akan dapat mengurangi permintaan total, sehingga inflasi dapat ditekan.
3. Kebijaksanaan yang Berkaitan dengan Output
Kenaikan output dapat memperkecil laju inflasi. Kenaikan jumlah output ini dapat dicapai misalnya dengan kebijaksanaan penurunan bea masuk sehingga impor barang cenderung meningkat. Bertambahnya jumlah barang didalam negeri cenderung menurunkan harga.
4. Kebijaksanaan Penentuan Harga dan Indexing
Ini dilakukan dengan penentuan ceiling harga,serta medasarkan pada indeks harga tertentu untuk gaji ataupun upah (dengan demikian gaji / upah secara riil tetap). Kalau indeks harga naik maka gaji / upah juga dinaikan.
2.5. Inflasi dan Pengangguran
Indea tentang adanya hubungan antara inflasi dan pengangguran itu relatif baru, kira – kira pada akhir tahun 1950an. Secara sistematik hubungan ini baru mulai diperkenalkan oleh AW Phillips pada tahun 1958 dari hasil studi lapangan tentang hubungan antara kenaikan tingkat upah dengan pengangguran di inggris pada tahun 1861 – 1957.
Kurva yang menunjukkan adanya hubungan negatif ini sering disebut kurva Phillips (sesuai dengan nama penemunya). Kurva tersebut sejalan dengan keadaan yang terjadi di Inggris pada periode 1861 – 1957. Tahun di mana tingkat pengganguran rendah adalah juga tahun dalam mana tingkat kenaikan upah tinggi, dan sebaliknya tahun dalam mana pengangguran tinggi, tingkat kenaikan upah rendah.
1) Implikasi Kebijaksanaan
Sampai pada akhir tahun 1950an masalah pokok kebijaksanaan makro ekonomi adalah mencapai secara serentakkesetabilan harga serta kesempatan kerja yang tinggi. Namun beberapa pemikiran pada waktu itu meragukan tercapainya kedua tujuan tersebut secara bersama – sama. Kurva Phillips dapat menjelaskan keadaan pesimis ini. Kesetabilan harga dan kesempatan kerja yang tinggi adalah dua hal yang tidak bisa terjadi bersama – sama.
2) Dasar Teori
Kurva Phillips diperoleh semata – mata atas dasar studi empirik, tidak ada dasar teorinya. Lipsey pada tahun 1960 mencoba untuk mengisi dasar teorinya. Untuk tujuan ini dia menggunakan sebagai dasar penjelasannya adalah teori pasar tenaga kerja.
Dengan demikian, natural rate of unemployment (UN) merupakan suatu tingkat pengangguran dalam mana terdapat kesetabilan upah (W = 0). Ada beberapa pernyataan Lipsey tentang kurva Phillips dengan menggunakan teori pasar tenaga kerja menjadi dua yaitu pertama, penawaran dan permintaan akan tenaga kerja menentukan tingkat upah, kedua tingkat / laju perubahan tingkat upah ditentukan oleh besarnya kelebihan permintaan (excess demand) akan tenaga kerja.
3) Perkiraan (Expectation)
Masalah perkiraan atau ekspektasi ini muncul pada pertengahan tahun 1970an dan merupakan angin segar pada perkembangan ekonomi makro. Adanya trade-offantara inflasi dan unemployment dipertanyakan. Krisis minyak yang terjadi pada pertengahan tahun 1970an menimbulkan apa yang disebut stagflasi (stagnasidan inflasi), inflasi dan unemployment naik secara bersama – sama.
4) Perkiraan Adaptive (adaptive expectation)
Sebelum pertengahan tahun 1970an teori yang dominan dalam penyusutan ekspektasi ini adalah adaptive. Menurut teori ini harga yang diperkirakan akan terjadi (expected price) didasarkan pada harga yang telah lalu. Apabila harga perkiraan sekarang tidak sama dengan harga yang betul – betul terjadi (actual price) saat ini, maka individu akan menggunakan kesalahan dalam perkiraan ini untuk memperbaiki perkiraannya di masa yang akan datang.
2.6. Kebijakan Pemerintah Dalam Menghadapi Inflasi
1. Kebijaksanaan Moneter
Sasaran kebijaksanaan moneter dicapai melalui pengaturan jumlah uang beredar (M). salah satu komponen jumlah uang adalah uang giral (demand deposit). Uang giral dapat terjadi melalui dua cara, pertama apabila seseorang memasukkan uang kas ke bank dalam bentuk giro. Kedua, apabila seseorang memperoleh pinjaman dari bank tidak diterima kas tetapi dalam bentuk giro. Deposito yang timbul dengan cara kedua sifatnya lebih inflatoir dari cara pertama. Sebab cara pertama hanyalah mengalihkan bentuk saja dari uang kas ke uang giral
2. Kebijaksanaan Fiskal
Kebijaksanaan ini menyangkut pengaturan tentang pengeluaran pemerintah serta perpajakan yang secara lagsung dapat mempengaruhi permintaan total dan dengan demikian akan mempengaruhi harga. Inflasi dapat dicegah melalui penurunan permintaan total. Kebijaksanaan ini yang berupa pengurangan pengeluaran pemerintah serta kenaikan pajak akan dapat mengurangi permintaan total. Sehingga inflasi dapat ditekan.
4. Kebijaksanaan yang Berkaitan dengan Output
Kenaikan output dapat memperkecil kenaikan laju inflasi. Kenaikan jumlah output ini dapat dicapai misalnya dengan kebijaksanaan penurunan bea masuk sehingga impor barang cenderung meningkat. Bertambahnya jumlah barang di dalam negeri cenderung menurunkan harga.
5. Kebijaksanaan Penentuan Harga dan Indexing
Ini dilakukan dengan penentuan ceiling harga, serta mendasarkan pada indeks harga tertentu untuk gaji ataupun upah (dengan demikian gaji/upah secara riil tetap). Kalau indeks harga naik, maka gaji/upah juga dinaikkan.
BAB III
PENUTUP
Adapun simpulan dari penjelasan mengenai Inflasi tersebut di atas adalah :
ü Dalam perekonomian tertutup, dan dalam jangka pendek, inflasi merupakan masalah ekonomi yang perlu dihadapi dan diatasi. Dalam system pasar bebas, masalah ini tidak dapat dengan sendirinya diatasi. Kebijakan pemerintah perlu dijalankan apabila masalah tersebut timbul. Sesuai dengan keperluan ini dalam analisis makroekonomi perlu diperhatikan dengan lebih baik mengenai masalah tersebut dan bentuk-bentuk kebijakan pemerintah yang dapat digunakan untuk mengatasi masalah inflasi.
ü Secara kontinu kebijakan pemerintah diperlukan untuk menjaga kestabilan harga-harga dan mengurangi tingkat pengangguran pada tingkat yang sangat rendah. Kebijakan pemerintah tersebut dapat dibedakan menjadi dua bentuk, yaitu Kebijakan Fiskal dan Kebijakan Moneter. Alat yang digunakan dalam kebijakan fiskal adalah mengubah pengeluaran pemerintah, mengubah pajak dan gabungan dari keduanya. Kebijakan moneter dijalankan dengan mempengaruhi kebijakan penawaran uang dan suku bunga.
ü Kedua bentuk kebijakan pemerintah tersebut perlu dilakukan secara serentak untuk meningkatkan kefektifannya
sumber : http://fcgaib.blogspot.com